Rabu, 10 Agustus 2011

bocah misterius

Bocah itu menjadi pembicaraan
dikampung Ketapang. Sudah tiga
hari ini ia mondar-mandir keliling
kampung.
Ia menggoda anak-anak
sebayanya, menggoda anak-
anak remaja diatasnya, dan
bahkan orang-orang tua. Hal ini
bagi orang kampung sungguh
menyebalkan.
Yah, bagaimana tidak
menyebalkan, anak itu
menggoda dengan berjalan
kesana kemari sambil tangan
kanannya memegang roti isi
daging yang tampak coklat
menyala. Sementara tangan
kirinya memegang es kelapa,
lengkap dengan tetesan air dan
butiran-butiran es yang melekat
diplastik es tersebut.
Pemandangan tersebut menjadi
hal biasa bila orang-orang
kampung melihatnya bukan
pada bulan puasa! Tapi ini justru
terjadi ditengah hari pada bulan
puasa Bulan ketika banyak
orang sedang menahan lapar
dan haus. Es kelapa dan roti isi
daging tentu saja menggoda
orang yang melihatnya.
Pemandangan itu semakin
bertambah tidak biasa, karena
kebetulan selama tiga hari
semenjak bocah itu ada,
matahari dikampung itu lebih
terik dari biasanya. Luqman
mendapat laporan dari orang-
orang kampong mengenai bocah
itu. Mereka tidak berani
melarang bocah kecil itu
menyodor-nyodorkan dan
memperagakan bagaimana
dengan nikmatnya ia mencicipi
es kelapa dan roti isi daging
tersebut.
Pernah ada yang melarangnya,
tapi orang itu kemudian dibuat
mundur ketakutan sekaligus
keheranan.
Setiap dilarang, bocah itu akan
mendengus dan matanya akan
memberikan kilatan yang
menyeramkan. Membuat
mundur semua orang yang akan
melarangnya.
Luqman memutuskan akan
menunggu kehadiran bocah itu.
Kata orang kampung,
belakangan ini, setiap bakda
zuhur, anak itu akan muncul
secara misterius. Bocah itu akan
muncul dengan pakaian lusuh
yang sama dengan hari-hari
kemarin dan akan muncul pula
dengan es kelapa dan roti isi
daging yang sama juga!
Tidak lama Luqman menunggu,
bocah itu datang lagi. Benar, ia
menari-nari dengan menyeruput
es kelapa itu. Tingkah bocah itu
jelas membuat orang lain
menelan ludah, tanda ingin
meminum es itu juga.
Luqman pun lalu menegurnya..
Cuma,ya itu tadi,bukannya takut,
bocah itu malah mendelik hebat
dan melotot, seakan-akan
matanya akan keluar.
“Bismillah.. .” ucap Luqman
dengan kembali mencengkeram
lengan bocah itu. Ia kuatkan
mentalnya. Ia berpikir,kalau
memang bocah itu bocah jadi-
jadian, ia akan korek keterangan
apa maksud semua ini. Kalau
memang bocah itu “bocah
beneran” pun, ia juga akan cari
keterangan, siapa dan dari mana
sesungguhnya bocah itu.
Mendengar ucapan bismillah itu,
bocah tadi mendadak menuruti
tarikan tangan Luqman. Luqman
pun menyentak tanggannya,
menyeret dengan halus bocah
itu, dan membawanya ke rumah.
Gerakan Luqman diikuti dengan
tatapan penuh tanda tanya dari
orang-orang yang melihatnya.
“Ada apa Tuan melarang saya
meminum es kelapa dan
menyantap roti isi daging ini?
Bukankah ini kepunyaan saya?”
tanya bocah itu sesampainya di
rumah Luqman, seakan-akan
tahu bahwa Luqman akan
bertanya tentang kelakuannya.
Matanya masih lekat menatap
tajam pada Luqman.
“Maaf ya, itu karena kamu
melakukannya dibulan puasa,”
jawab Luqman dengan
halus,”apalagi kamu tahu,
bukankah seharusnya kamu juga
berpuasa? Kamu bukannya ikut
menahan lapar dan haus, tapi
malah menggoda orang dengan
tingkahmu itu..”
Sebenarnya Luqman masih akan
mengeluarkan uneg-unegnya,
mengomeli anak itu. Tapi
mendadak bocah itu berdiri
sebelum Luqman selesai.
Ia menatap Luqman lebih tajam
lagi. “Itu kan yang kalian lakukan
juga kepada kami semua!
Bukankah kalian yang lebih
sering melakukan hal ini
ketimbang saya..?!
Kalian selalu mempertontonkan
kemewahan ketika kami hidup
dibawah garis kemiskinan pada
sebelas bulan diluar bulan
puasa?
Bukankah kalian yang lebih
sering melupakan kami yang
kelaparan, dengan menimbun
harta sebanyak-banyaknya dan
melupakan kami?
Bukankah kalian juga yang selalu
tertawa dan melupakan kami
yang sedang menangis?
Bukankah kalian yang selalu
berobat mahal bila sedikit saja
sakit menyerang, sementara
kalian mendiamkan kami yang
mengeluh kesakitan hingga
kematian menjemput ajal..?!
Bukankah juga di bulan puasa ini
hanya pergeseran waktu saja
bagi kalian untuk menahan lapar
dan haus?
Ketika bedug maghrib bertalu,
ketika azan maghrib terdengar,
kalian kembali pada kerakusan
kalian…!?”
Bocah itu terus saja berbicara
tanpa memberi kesempatan
pada Luqman untuk menyela.
Tiba-tiba suara bocah itu
berubah.
Kalau tadinya ia berkata begitu
tegas dan terdengar “sangat”
menusuk, kini ia bersuara lirih,
mengiba.
“Ketahuilah Tuan.., kami ini
berpuasa tanpa ujung, kami
senantiasa berpuasa meski
bukan waktunya bulan puasa,
lantaran memang tak ada
makanan yang bisa kami makan.
Sementara Tuan hanya berpuasa
sepanjang siang saja.
Dan ketahuilah juga, justru Tuan
dan orang-orang di sekeliling
Tuan lah yang menyakiti
perasaan kami dengan
berpakaian yang luar biasa
mewahnya, lalu kalian sebut itu
menyambut Ramadhan dan ‘Idul
Fithri?
Bukankah kalian juga yang selalu
berlebihan dalam
mempersiapkan makanan yang
luar biasa bervariasi banyaknya,
segala rupa ada, lantas kalian
menyebutnya dengan istilah
menyambut Ramadhan dan ‘Idul
Fithri?
Tuan.., sebelas bulan kalian
semua tertawa di saat kami
menangis, bahkan pada bulan
Ramadhan pun hanya ada
kepedulian yang seadanya pula.
Tuan.., kalianlah yang melupakan
kami, kalianlah yang menggoda
kami, dua belas bulan tanpa
terkecuali termasuk di bulan
ramadhan ini.
Apa yang telah saya lakukan
adalah yang kalian lakukan juga
terhadap orang-orang kecil
seperti kami…!
Tuan.., sadarkah Tuan akan
ketidak abadian harta? Lalu
kenapakah kalian masih saja
mendekap harta secara berlebih?
Tuan.., sadarkah apa yang terjadi
bila Tuan dan orang-orang
sekeliling Tuan tertawa
sepanjang masa dan melupakan
kami yang semestinya diingat?
Bahkan, berlebihannya Tuan dan
orang-orang di sekeliling Tuan
bukan hanya pada penggunaan
harta, tapi juga pada dosa dan
maksiat.. Tahukah Tuan akan
adanya azab Tuhan yang akan
menimpa?
Tuan.., jangan merasa aman
lantaran kaki masih menginjak
bumi. Tuan…, jangan merasa
perut kan tetap kenyang
lantaran masih tersimpan
pangan ‘tuk setahun, jangan
pernah merasa matahari tidak
akan pernah menyatu dengan
bumi kelak….”
Wuahh…, entahlah apa yang ada
di kepala dan hati Luqman.
Kalimat demi kalimat meluncur
deras dari mulut bocah kecil itu
tanpa bisa dihentikan.
Dan hebatnya, semua yang
disampaikan bocah tersebut
adalah benar adanya!
Hal ini menambah keyakinan
Luqman, bahwa bocah ini
bukanlah bocah sembarangan.
Setelah berkata pedas dan tajam
seperti itu, bocah itu pergi
begitu saja meninggalkan
Luqman yang dibuatnya
terbengong-bengong.
Di kejauhan, Luqman melihat
bocah itu menghilang bak
ditelan bumi.
Begitu sadar, Luqman berlari
mengejar ke luar rumah hingga
ke tepian jalan raya kampung
Ketapang. Ia edarkan pandangan
ke seluruh sudut yang bisa
dilihatnya, tapi ia tidak
menemukan bocah itu. Di tengah
deru nafasnya yang memburu,
ia tanya semua orang di ujung
jalan, tapi semuanya
menggeleng bingung.
Bahkan, orang-orang yang
menunggu penasaran didepan
rumahnya pun mengaku tidak
melihat bocah itu keluar dari
rumah Luqman!
Bocah itu benar-benar misterius!
Dan sekarang ia malah
menghilang!
Luqman tidak mau main-main.
Segera ia putar langkah, balik ke
rumah. Ia ambil sajadah, sujud
dan bersyukur. Meski peristiwa
tadi irrasional, tidak masuk akal,
tapi ia mau meyakini bagian
yang masuk akal saja. Bahwa
memang betul adanya apa yang
dikatakan bocah misterius tadi.
Bocah tadi memberikan
pelajaran yang berharga, betapa
kita sering melupakan orang
yang seharusnya kita ingat..
Yaitu mereka yang tidak
berpakaian, mereka yang
kelaparan, dan mereka yang
tidak memiliki penghidupan
yang layak.
Bocah tadi juga memberikan
Luqman pelajaran bahwa
seharusnya mereka yang sedang
berada diatas, yang sedang
mendapatkan karunia Allah,
jangan sekali-kali menggoda
orang kecil, orang bawah,
dengan berjalan membusungkan
dada dan mempertontonkan
kemewahan yang berlebihan.
Marilah berpikir tentang dampak
sosial yang akan terjadi bila kita
terus menjejali tontonan
kemewahan, sementara yang
melihatnya sedang
membungkuk menahan lapar.
Luqman berterima kasih kepada
Allah yang telah memberikannya
hikmah yang luar biasa. Luqman
tidak mau menjadi bagian yang
Allah sebut mati mata hatinya.
Sekarang yang ada dipikirannya
sekarang , entah mau dipercaya
orang atau tidak, ia akan
mengabarkan kejadian yang
dialaminya bersama bocah itu
sekaligus menjelaskan hikmah
kehadiran bocah tadi kepada
semua orang yang dikenalnya,
kepada sebanyak-banyaknya
orang.
Kejadian bersama bocah tadi
begitu berharga bagi siapa saja
yang menghendaki
bercahayanya hati.
Pertemuan itu menjadi
pertemuan yang terakhir. Sejak
itu Luqman tidak pernah lagi
melihatnya, selama-lamanya.
Luqman rindu kalimat-kalimat
pedas dan tudingan-tudingan
yang memang betul adanya.
Luqman rindu akan kehadiran
anak itu agar ada seseorang
yang berani menunjuk
hidungnya ketika ia salah.
Selamat menjalankan ibadah
puasa…
***
(Mansur, Yusuf, Bocah
misterius : wisata hati / Yusuf
Mansur. Bandung: Mizan, 2004)
LANJUT MAS BRO - bocah misterius