Minggu, 17 April 2011

ayah,kembalikan tanganku...

Sepasang suami isteri, seperti
pasangan lain di kota-kota besar
meninggalkan anak-anak diasuh
pembantu rumah sewaktu
bekerja. Anak tunggal pasangan
ini, perempuan cantik berusia
tiga setengah tahun. Sendirian ia
di rumah dan kerap kali
dibiarkan pembantunya karena
sibuk bekerja di dapur.
Bermainlah dia bersama ayun-
ayunan di atas buaian yang
dibeli ayahnya, ataupun
memetik bunga dan lain-lain di
halaman rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang
paku karat. Dan ia pun mencoret
lantai tempat mobil ayahnya
diparkirkan , tetapi karena
lantainya terbuat dari marmer
maka coretan tidak kelihatan.
Dicobanya lagi pada mobil baru
ayahnya. Ya … karena mobil itu
bewarna gelap, maka
coretannya tampak jelas. Apalagi
anak-anak ini pun membuat
coretan sesuai dengan
kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya
bermotor ke tempat kerja
karena ingin menghindari macet.
Setelah sebelah kanan mobil
sudah penuh coretan maka ia
beralih ke sebelah kiri mobil.
Dibuatnya gambar ibu dan
ayahnya, gambarnya sendiri,
lukisan ayam, kucing dan lain
sebagainya mengikut
imaginasinya. Kejadian itu
berlangsung tanpa disadari oleh
si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah
pasangan suami istri itu melihat
mobil yang baru setahun dibeli
dengan bayaran angsuran yang
masih lama lunasnya. Si bapak
yang belum lagi masuk ke rumah
ini pun terus menjerit, “Kerjaan
siapa ini !!!” …. Pembantu rumah
yang tersentak engan jeritan itu
berlari keluar. Dia juga
beristighfar. Mukanya merah
adam ketakutan lebih-lebih
melihat wajah bengis tuannya.
Sekali lagi diajukan pertanyaan
keras kepadanya, dia terus
mengatakan ‘ Saya tidak
tahu..tuan.” “Kamu dirumah
sepanjang hari, apa saja yg kau
lakukan ?” hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara
ayahnya, tiba-tiba berlari keluar
dari kamarnya. Dengan penuh
manja dia berkata “Dita yg
membuat gambar itu ayahhh..
cantik …kan!” katanya sambil
memeluk ayahnya sambil
bermanja seperti biasa.. Si ayah
yang sudah hilang kesabaran
mengambil sebatang ranting
kecil dari pohon di depan
rumahnya, terus dipukulkannya
berkali-kali ke telapak tangan
anaknya . Si anak yang tak
mengerti apa apa menagis
kesakitan, pedih sekaligus
ketakutan. Puas memukul
telapak tangan, si ayah memukul
pula belakang tangan anaknya.
Sedangkan Si ibu cuma
mendiamkan saja, seolah
merestui dan merasa puas
dengan hukuman yang
dikenakan. Pembantu rumah
terbengong, tidak tahu harus
berbuat apa … Si ayah cukup
lama memukul-mukul tangan
kanan dan kemudian ganti
tangan kiri anaknya. Setelah si
ayah masuk ke rumah diikuti si
ibu, pembantu rumah tersebut
menggendong anak kecil itu,
membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak
tangan dan belakang tangan si
anak kecil luka-luka dan
berdarah. Pembantu rumah
memandikan anak kecil itu.
Sambil menyiramnya dengan air,
dia ikut menangis. Anak kecil itu
juga menjerit-jerit menahan
pedih saat luka-lukanya itu
terkena air. Lalu si pembantu
rumah menidurkan anak kecil
itu. Si ayah sengaja membiarkan
anak itu tidur bersama
pembantu rumah. Keesokkan
harinya, kedua belah tangan si
anak bengkak. Pembantu rumah
mengadu ke majikannya.
“ Oleskan obat saja!” jawab
bapak si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak
memperhatikan anak kecil itu
yang menghabiskan waktu di
kamar pembantu. Si ayah konon
mau memberi pelajaran pada
anaknya. Tiga hari berlalu, si
ayah tidak pernah menjenguk
anaknya sementara si ibu juga
begitu, meski setiap hari
bertanya kepada pembantu
rumah. “Dita demam, Bu”…jawab
pembantunya ringkas. “Kasih
minum panadol aja ,” jawab si
ibu. Sebelum si ibu masuk kamar
tidur dia menjenguk kamar
pembantunya. Saat dilihat
anaknya Dita dalam pelukan
pembantu rumah, dia menutup
lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu
rumah memberitahukan
tuannya bahwa suhu badan Dita
terlalu panas. “Sore nanti kita
bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah
siap ” kata majikannya itu.
Sampai saatnya si anak yang
sudah lemah dibawa ke klinik.
Dokter mengarahkan agar ia
dibawa ke rumah sakit karena
keadaannya susah serius.
Setelah beberapa hari di rawat
inap dokter memanggil bapak
dan ibu anak itu. “Tidak ada
pilihan..” kata dokter tersebut
yang mengusulkan agar kedua
tangan anak itu dipotong karena
sakitnya sudah terlalu parah dan
infeksi akut …”Ini sudah
bernanah, demi menyelamatkan
nyawanya maka kedua
tangannya harus dipotong dari
siku ke bawah ” kata dokter itu.
Si bapak dan ibu bagaikan
terkena halilintar mendengar
kata-kata itu. Terasa dunia
berhenti berputar, tapi apa yg
dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si
anak. Dengan berat hati dan
lelehan air mata isterinya, si
ayah bergetar tangannya
menandatangani surat
persetujuan pembedahan. Keluar
dari ruang bedah, selepas obat
bius yang disuntikkan habis, si
anak menangis kesakitan. Dia
juga keheranan melihat kedua
tangannya berbalut kasa putih.
Ditatapnya muka ayah dan
ibunya. Kemudian ke wajah
pembantu rumah. Dia
mengerutkan dahi melihat
mereka semua menangis. Dalam
siksaan menahan sakit, si anak
bersuara dalam linangan air
mata. “Ayah.. ibu… Dita tidak
akan melakukannya lagi…. Dita
tak mau lagi ayah pukul. Dita tak
mau jahat lagi … Dita sayang
ayah..sayang ibu.”, katanya
berulang kali membuatkan si ibu
gagal menahan rasa sedihnya.
“ Dita juga sayang Mbok Narti..”
katanya memandang wajah
pembantu rumah, sekaligus
membuat wanita itu meraung
histeris.
“ Ayah.. kembalikan tangan Dita.
Untuk apa diambil.. Dita janji
tidak akan mengulanginya lagi!
Bagaimana caranya Dita mau
makan nanti ? … Bagaimana Dita
mau bermain nanti ?… Dita janji
tidak akan mencoret-coret mobil
lagi, ” katanya berulang-ulang.
Serasa hancur hati si ibu
mendengar kata-kata anaknya.
Meraung-raung dia sekuat hati
namun takdir yang sudah terjadi
tiada manusia dapat
menahannya. Nasi sudah jadi
bubur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar